Text

Anda lebih suka dari blog kami apanya..???

Dampak Negatif Televisi bagi Pendidikan Anak

on Rabu, 22 April 2009

Ada hal yang sangat menggelisahkan saat menyaksikan tayangan-tayangan televisi belakangan ini. Kecuali Metro TV, hampir semua stasiun-stasiun televisi, banyak menayangkan program acara (terutama sinetron) yang cenderung mengarah pada tayangan berbau kekerasan (sadisme), pornografi, mistik, dan kemewahan (hedonisme). Tayangan-tayangan tersebut terus berlomba demi rating tanpa memperhatikan dampak bagi pemirsanya. Kegelisahan itu semakin bertambah karena tayangan-tayangan tersebut dengan mudah bisa dikonsumsi oleh anak-anak.

Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, misalnya, mencatat, rata-rata anak usia Sekolah Dasar menonton televisi antara 30 hingga 35 jam setiap minggu. Artinya pada hari-hari biasa mereka menonton tayangan televisi lebih dari 4 hingga 5 jam sehari. Sementara di hari Minggu bisa 7 sampai 8 jam. Jika rata-rata 4 jam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam, atau 18.000 jam sampai seorang anak lulus SLTA. Padahal waktu yang dilewatkan anak-anak mulai dari TK sampai SLTA hanya 13.000 jam. Ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada untuk kegiatan apa pun, kecuali tidur (Pikiran Rakyat, 29 April 2004).

Lebih mengkhawatirkan, kebanyakan orang tua tidak sadar akan kebebasan media yang kurang baik atas anak-anak. Anak-anak tidak diawasi dengan baik saat menonton televisi. Dengan kondisi ini sangat dikawatirkan bagaimana dampaknya bagi perkembangan anak-anak. Kita memang tidak bisa gegabah menyamaratakan semua program televisi berdampak buruk bagi anak. Ada juga program televisi yang punya sisi baik, misalnya program Acara Pendidikan. Banyak informasi yang bisa diserap dari televisi, yang tidak didapat dari tempat lain. Namun di sisi lain banyak juga tayangan televisi yang bisa berdampak buruk bagi anak. Sudah banyak survei-survei yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak tayangan televisi di kalangan anak-anak. Sebuah survei yang pernah dilakukan harian Los Angeles Times membuktikan, 4 dari 5 orang Amerika menganggap kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Oleh sebab itu sangat berbahaya kalau anak-anak sering menonton tayangan TV yang mengandung unsur kekerasan. Kekerasan di TV membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah (Era Muslim, 27/07/2004).

Sementara itu sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat, yang dilakukan selama lebih dari tiga tahun terhadap 200 anak usia 2-7 tahun menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan kartun terbukti memperoleh nilai yang lebih rendah dibanding anak yang sedikit saja menghabiskan waktunya untuk menonton tayangan yang sama (KCM, 11/08/2005). Dua survei itu sebenarnya bisa jadi pelajaran.

Namun di Indonesia suguhan tayangan kekerasan dan kriminal seperti Patroli, Buser, TKP dan sebagainya, tetap saja dengan mudah bisa ditonton oleh anak-anak. Demikian pula tayangan yang berbau pornografi dan pornoaksi. Persoalan gaya hidup dan kemewahan juga patut dikritisi. Banyak sinetron yang menampilkan kehidupan yang serba glamour. Tanpa bekerja orang bisa hidup mewah. Anak-anak sekolahan dengan dandanan yang "aneh-aneh" tidak mencerminkan sebagai seorang pelajar justru dipajang sebagai pemikat. Sikap terhadap guru, orangtua, maupun sesama teman juga sangat tidak mendidik.

Dikawatirkan anak-anak sekolahan meniru gaya, sikap, serta apa yang mereka lihat di sinetron-sinetron yang berlimpah kemewahan itu. Peranan Orangtua Memang televisi bisa berdampak kurang baik bagi anak, namun melarang anak sama sekali untuk menonton televisi juga kurang baik. Yang lebih bijaksana adalah mengontrol tayangan televisi bagi anak-anak. Setidaknya memberikan pemahaman kepada anak mana yang bisa mereka tonton dan mana yang tidak boleh. Orang tua perlu mendampingi anak-anaknya saat menonton televisi. Memberikan berbagai pemahaman kepada anak-anak tentang suatu tayangan yang sedang disaksikan. Selain sarana membangun komunikasi dengan anak, hal ini bisa mengurangi dampak negatif televisi bagi anak. Kebiasaan mengonsumsi televisi secara sehat ini mesti dimulai sejak anak di usia dini.

Perlu dipahami bahwa tempat pendidikan paling utama adalah di keluarga, dimana orangtua adalah yang paling bertanggungjawab di dalamnya. Kenapa mesti orangtua? Karena orangtua yang bisa mengawasi anaknya lebih lama. Orangtua paling dekat anaknya. Dalam keluargalah anak bertumbuh kembang. Membiarkan anak menonton televisi secara berlebihan berarti membiarkan tumbuh kembang dan pendidikan anak terganggu. Kewajiban orangtua juga untuk memantau kegiatan belajar anak di rumah. Perkembangan si anak tidak bisa terlalu dibebankan pada sekolah.

Dalam kesehariaannya, guru di sekolah tidak akan bisa mengantikan peran orangtua. Karena itu menjadi suatu keharusan bagi orangtua untuk tetap memperhatikan si anak selama di rumah. J Drost SJ (2000), seorang ahli pendidikan dari IKIP Sanata Dharma pernah menulis dalam buku Reformasi Pengajaran: Salah Asuhan Orantua?: "Penanaman nilai-nilai dalam pembentukan watak merupakan proses informal. Tidak ada pendidikan formal. Jadi seluruh pembentukan moral manusia muda hanya lewat interaksi informal antara dia dan lingkungan hidup manusia muda itu. Maka pendidik utama adalah orangtua."

Dampak Negatif Televisi

on Rabu, 25 Februari 2009


Menurut penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Amerika Serikat terungkap bahwa televisi ternyata cuma bagus untuk ditonton pada anak-anak dengan rentang usia tertentu. Pada anak di bawah usia tiga tahun (batita), dampak negatif televisi justru lebih terasa. Terbukti tayangan televisi dapat menurunkan kemampuan membaca, membaca komprehensif, bahkan penurunan memori pada anak. Batita yang terlalu sering menonton televisi akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan stimulasi yang baik bagi proses tumbuh kembangnya. Sebab, televisi cuma menyodorkan stimulasi satu arah.

Sebaliknya, dampak positif menonton televisi baru terlihat jelas pada anak usia tiga sampai lima tahun. Sebab, pada usia ini kemampuan membaca mereka bisa menjadi lebih baik dengan pola menonton seperti itu.

Dampak sinar biru

Televisi memancarkan sinar biru yang juga dihasilkan oleh matahari. Namun sinar biru ini berbeda dengan sinar ultra violet. Sinar biru tak membuat mata mengedip secara otomatis. Namun parahnya, sinar biru langsung masuk ke retina tanpa filter. Panjang gelombang cahaya yang dihasilkan adalah 400-500nm sehingga berpotensi memicu terbentuknya radikal bebas dan melukai fotokimia pada retina mata anak.

Sepuluh tahun kemudian saat anak sudah dewasa, kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar biru terlihat amat jelas. Retina mata tak lagi bening sehat seperti masa kanak-kanak sehingga kemampuan berfungsinya pun menjadi juga berkurang.

Apa yang harus dilakukan orangtua?
Beri batasan waktu untuk menonton televisi. Kapan ia boleh dan kapan waktunya ia harus berhenti menonton televisi. Untuk anak prasekolah, kondisi tersebut mungkin agak sulit karena pada usia tersebut anak sudah mulai bisa membantah. Cobalah membuat kesepakatan bersama mengenai batasan-batasannya. Misalnya jenis tayangan yang ia inginkan dan lamanya waktu menonton. Untuk batita, tetapkan batasan waktunya, yaitu cukup satu jam sehari. Sedangkan untuk usia prasekolah boleh menonton televisi kurang dari dua jam sehari.
Manfaatkan waktu yang sedikit tersebut sekaligus sebagai sarana belajar anak. Duduklah bersama anak dan diskusikan isi tayangan pilihannya.
Siapkan kegiatan alternatif pengganti agar anak tidak lagi merengek dan kembali menonton televisi.
Tanamkan nilai-nilai keluarga secara berulang agar anak mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya sehingga anak lebih percaya diri menghadapi teman-temannya.

(conectique)

penemu-penemu televisi

on Senin, 16 Februari 2009


1876 - George Carey menciptakan selenium camera yang digambarkan dapat membuat seseorang melihat gelombang listrik. Belakangan, Eugen Goldstein menyebut tembakan gelombang sinar dalam tabung hampa itu dinamakan sebagai sinar katoda.
1884 - Paul Nipkov, Ilmuwan Jerman, berhasil mengirim gambar elektronik menggunakan kepingan logam yang disebut teleskop elektrik dengan resolusi 18 garis.
1888 - Freidrich Reinitzeer, ahli botani Austria, menemukan cairan kristal (liquid crystals), yang kelak menjadi bahan baku pembuatan LCD. Namun LCD baru dikembangkan sebagai layar 60 tahun kemudian.
1897 - Tabung Sinar Katoda (CRT) pertama diciptakan ilmuwan Jerman, Karl Ferdinand Braun. Ia membuat CRT dengan layar berpendar bila terkena sinar. Inilah yang menjadi dassar televisi layar tabung.
1900 - Istilah Televisi pertama kali dikemukakan Constatin Perskyl dari Rusia pada acara International Congress of Electricity yang pertama dalam Pameran Teknologi Dunia di Paris.
1907 - Campbell Swinton dan Boris Rosing dalam percobaan terpisah menggunakan sinar katoda untuk mengirim gambar.
1927 - Philo T Farnsworth ilmuwan asal Utah, Amerika Serikat mengembangkan televisi modern pertama saat berusia 21 tahun. Gagasannya tentang image dissector tube menjadi dasar kerja televisi.
1929 - Vladimir Zworykin dari Rusia menyempurnakan tabung katoda yang dinamakan kinescope. Temuannya mengembangkan teknologi yang dimiliki CRT.
1940 - Peter Goldmark menciptakan televisi warna dengan resolusi mencapai 343 garis.
1958 - Sebuah karya tulis ilmiah pertama tentang LCD sebagai tampilan dikemukakan Dr. Glenn Brown.
1964 - Prototipe sel tunggal display Televisi Plasma pertamakali diciptakan Donald Bitzer dan Gene Slottow. Langkah ini dilanjutkan Larry Weber.
1967 - James Fergason menemukan teknik twisted nematic, layar LCD yang lebih praktis.
1968 - Layar LCD pertama kali diperkenalkan lembaga RCA yang dipimpin George Heilmeier.
1975 - Larry Weber dari Universitas Illionis mulai merancang layar plasma berwarna.
1979 - Para Ilmuwan dari perusahaan Kodak berhasil menciptakan tampilan jenis baru organic light emitting diode (OLED). Sejak itu, mereka terus mengembangkan jenis televisi OLED. Sementara itu, Walter Spear dan Peter Le Comber membuat display warna LCD dari bahan thin film transfer yang ringan.
1981 - Stasiun televisi Jepang, NHK, mendemonstrasikan teknologi HDTV dengan resolusi mencapai 1.125 garis.
1987 - Kodak mematenkan temuan OLED sebagai peralatan display pertama kali.
1995 - Setelah puluhan tahun melakukan penelitian, akhirnya proyek layar plasma Larry Weber selesai. Ia berhasil menciptakan layar plasma yang lebih stabil dan cemerlang. Larry Weber kemudian megadakan riset dengan investasi senilai 26 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan Matsushita.
dekade 2000- Masing masing jenis teknologi layar semakin disempurnakan. Baik LCD, Plasma maupun CRT terus mengeluarkan produk terakhir yang lebih sempurna dari sebelumnya.

Memang benar banyak sebagian orang mengatakan kalau gambar yang dihasilkan TV LCD dan Plasma memiliki resolusi yang lebih tinggi. Tetapi kekurangannya adalah masa atau umur TV tersebut tidak dapat berumur panjang jika kita memakainya terus-menerus jika kalau dibandingkan dengan TV CRT atau yang dikenal sebagai tivi biasa yang digunakan orang pada umumnya.

sejarah penemu televisi


inilah penemu televisi pertama di dunia...

sejarah penemuan tv

  sejarah penemuan teknologi TV (sejarah penemuan teknologi TV mekanik dan TV elektronik ; sejarah perintisan industri/lembaga penyiaran TV di dunia dan di Indonesia.)
Sejarah Televisi : Pada tahun 1873 seorang operator telegram menemukan bahwa cahaya mempengaruhi resistansi elektris selenium. Ia menyadari itu bisa digunakan untuk mengubah cahaya kedalam arus listrik dengan menggunakan fotosel silenium (selenium photocell)
Kemudian piringan metal kecil berputar dengan lubang-lubang didalamnya ditemukan oleh seorang mahasiswa yang bernama Paul Nipkow di Berlin, Jerman pada tahun 1884 dan disebut sebagai cikal bakal lahirnya televisi. Sekitar tahun 1920 John Logie Baird dan Charles Francis Jenkins menggunakan piringan karya Paul Nipkow untuk menciptakan suatu sistem dalam penangkapan gambar, transmisi, serta penerimaannya. Mereka membuat seluruh sistem televisi ini berdasarkan sistem gerakan mekanik, baik dalam penyiaran maupun penerimaannya. Pada waktu itu belum ditemukan komponen listrik tabung hampa (Cathode Ray Tube)
Televisi elektronik agak tersendat perkembangannya pada tahun-tahun itu, lebih banyak disebabkan karena televisi mekanik lebih murah dan tahan banting. Bukan itu saja, tetapi juga sangat susah untuk mendapatkan dukungan finansial bagi riset TV elektronik ketika TV mekanik dianggap sudah mampu bekerja dengan sangat baiknya pada masa itu. Sampai akhirnya Vladimir Kosmo Zworykin dan Philo T. Farnsworth berhasil dengan TV elektroniknya. Dengan biaya yang murah dan hasil yang berjalan baik, orang-orang mulai melihat kemungkinan untuk
Vladimir Zworykin, yang merupakan salah satu dari beberapa pakar pada masa itu, mendapat bantuan dari David Sarnoff, Senior Vice President dari RCA (Radio Corporation of America). Sarnoff sudah banyak mencurahkan perhatian pada perkembangan TV mekanik, dan meramalkan TV elektronik akan mempunyai masa depan komersial yang lebih baik. Selain itu, Philo Farnsworth juga berhasil mendapatkan sponsor untuk mendukung idenya dan ikut berkompetisi dengan Vladimir.
  TV ELEKTRONIK
Baik Farnsworth, maupun Zworykin, bekerja terpisah, dan keduanya berhasil dalam membuat kemajuan bagi TV secara komersial dengan biaya yang sangat terjangkau. Di tahun 1935, keduanya mulai memancarkan siaran dengan menggunakan sistem yang sepenuhnya elektronik. Kompetitor utama mereka adalah Baird Television, yang sudah terlebih dahulu melakukan siaran sejak 1928, dengan menggunakan sistem mekanik seluruhnya. Pada saat itu sangat sedikit orang yang mempunyai televisi, dan yang mereka punyai umumnya berkualitas seadanya. Pada masa itu ukuran layar TV hanya sekitar tiga sampai delapan inchi saja sehingga persaingan mekanik dan elektronik tidak begitu nyata, tetapi kompetisi itu ada disana
TV RCA, Tipe TT5 1939, RCA dan Zworykin siap untuk program reguler televisinya, dan mereka mendemonstrasikan secara besar-besaran pada World Fair di New York. Antusias masyarakat yang begitu besar terhadap sistem elektronik ini, menyebabkan the National Television Standards Committee [NTSC], 1941, memutuskan sudah saatnya untuk menstandarisasikan sistem transmisi siaran televisi di Amerika. Lima bulan kemudian, seluruh stasiun televisi Amerika yang berjumlah 22 buah itu, sudah mengkonversikan sistemnya kedalam standard elektronik baru.
Pada tahun-tahun pertama, ketika sedang resesi ekonomi dunia, harga satu set televisi sangat mahal. Ketika harganya mulai turun, Amerika terlibat perang dunia ke dua. Setelah perang usai, televisi masuk dalam era emasnya. Sayangnya pada masa itu semua orang hanya dapat menyaksikannya dalam format warna hitam putih.
  TV BERWARNA
Sebenarnya CBS sudah lebih dahulu membangun sistem warnanya beberapa tahun sebelum rivalnya, RCA. Tetapi sistem mereka tidak kompatibel dengan kebanyakan TV hitam putih diseluruh negara. CBS yang sudah mengeluarkan banyak sekali biaya untuk sistem warna mereka harus menyadari kenyataan bahwa pekerjaan mereka berakhir sia-sia. RCA yang belajar dari pengalaman CBS mulai membangun sistem warna menurut formatnya. Mereka dengan cepat membangun sistem warna yang mampu untuk diterima pada sistem warna dan sistem hitam putih. Setelah RCA memamerkan kemampuan sistem mereka, NTSC membakukannya untuk siaran komersial thn 1953.
Berpuluh tahun kemudian hingga awal milenium baru abad 21 ini, orang sudah biasa berbicara lewat telepon selular digital dan mengirim e-mail lewat jaringan komputer dunia, tetapi teknologi televisi pada intinya tetap sama. Tentu saja ada beberapa perkembangan seperti tata suara stereo dan warna yang lebih baik, tetapi tidak ada suatu lompatan besar yang mampu untuk menggoyang persepsi orang tentang televisi. Tetapi semuanya secara perlahan mulai berubah, televisi secara bertahap sudah memasuki era digital.

television

Television (TV) is a widely used telecommunication medium for transmitting and receiving moving images, either monochromatic ("black and white") or color, usually accompanied by sound. "Television" may also refer specifically to a television set, television programming or television transmission. The word is derived from mixed Latin and Greek roots, meaning "far sight": Greek tele (τῆλε), far, and Latin visio, sight (from video, vis- to see, or to view in the first person).

Commercially available since the late 1930s, the television set has become a common communications receiver in homes, businesses and institutions, particularly as a source of entertainment and news. Since the 1970s the availability of video cassettes, laserdiscs, DVDs and now Blu-ray discs, have resulted in the television set frequently being used for viewing recorded as well as broadcast material.

A standard television set comprises multiple internal electronic circuits, including those for tuning and decoding broadcast signals. A display device which lacks a tuner is properly called a monitor, rather than a television. A television system may use different technical standards such as digital television (DTV) and high-definition television (HDTV). Television systems are also used for surveillance, industrial process control, and guiding of weapons, in places where direct observation is difficult or dangerous

Counter Powered by  RedCounter
free counters
Blog Tutorial & Tips
h2 class='title'>visitor
Locations of visitors to this page
free counters